Dari sekian banyak tempat yang aku ekplorasi di sekitar tempat tinggalku, pilihanku jatuh pada Combro Misro Bang Ade. Aku ingin menggali kisah tentang usahanya. Alasannya lebih karena tempat berjualannya dekat sekali dengan area rumahku. Selama ini aku belum terlalu mengenal sosok Bang Ade lebih dalam. Tapi kami sering bertegur sapa saat aku sedang bersepeda sendirian karena aku pasti selalu melewati tempatnya berjualan.
Selama ini hanya sekedar tahu namanya saja, itu pun karena mendengar Ayah memanggil namanya. Pada saat aku sedang membeli combronya, aku sering sekali dipanggil 'bos' dan sering dapat bonus combro dan misro tambahan... hehehe.
Combro dan misro adalah makan tradisional, merupakan makanan khas Jawa Barat. Walaupun terlihat sama dan terbuat dari bahan utama yang sama yaitu parutan singkong, keduanya memiliki bentuk yang berbeda. Combro memiliki bentuk lonjong dengan isian tumisan oncom di dalamnya. Sementara misro memiliki bentuk bulat dengan isian gula merah di dalamnya.
Sebelum mulai mewawancara, hal yang penting adalah menyusun sebuah pertanyaan sebanyak-banyaknya untuk menggali sebuah kisah. Nah, berikut foto pertanyaan yang sudah aku siapkan dari rumah untuk Bang Ade penjual Combro dan Misro yang berjualan di jalan Majalah di dekat area sekitar rumahku. Pertanyaan ini masih dibantu juga oleh orangtuaku, kalau aku kebingungan mau menulis pertanyaan apa lagi.
Wawancara Bang Ade penjual combro misro
Ketika aku menanyakan nama lengkapnya, ternyata Bang Ade tidak punya nama panjang loh.
Aku pikir bercanda, tapi ternyata beneran :-)
🔺Namanya Ade (doang)
🔺Usianya 35 tahun
🔺Berasal dari kota Sumedang, Jawa Barat
🔺Mulai berjualan combro dari jam 05.30 WIB sampai sore sekitar jam 15.00 WIB
🔺Bang Ade sudah berjualan combro sejak tahun 2013
Pada saat ditanya, kenapa memilih Combro sebagai jualannya? Alasannya karena Combro dan Misro lebih gampang cara pembuatannya dan sudah ada resep turun-temurun dari keluarganya. Bahan utama combro dan Misro adalah singkong, oncom dan kelapa.
Untuk mempersiapkan bahan combro dan misro hanya membutuhkan waktu sekitar 2 jam. Dari mulai belanja ke pasar hingga menjadi adonan yang siap digoreng.
Sebelum berjualan di jalan Majalah PWI, Bang Ade sebelumnya berjualan di daerah Cawang. Tapi terpaksa harus pindah karena di tempat tersebut sudah tidak diperbolehkan untuk berjualan lagi karena ditutup.
Maka Bang Ade memutuskan untuk berjualan di tempatnya yang sekarang dengan membayar iuran kepada pihak keamanan RW setempat.
Bila jualan sudah selesai, gerobaknya disimpan di depan rumahnya di Gang Ikhlas, Jalan Kesadaran, masih di daerah Cipinang.
Maka Bang Ade memutuskan untuk berjualan di tempatnya yang sekarang dengan membayar iuran kepada pihak keamanan RW setempat.
Bila jualan sudah selesai, gerobaknya disimpan di depan rumahnya di Gang Ikhlas, Jalan Kesadaran, masih di daerah Cipinang.
Bang Ade sudah berkeluarga dan memiliki satu orang anak. Di dalam berjualan, Bang Ade hanya sendirian tanpa bantuan siapa pun. Aku sempat bertanya, apakah di kampung pernah berjualan combro juga? Katanya nggak berjualan. Di kampung malah Bang Ade memiliki hobi beternak ayam. Saat kembali ke Jakarta, istrinyalah yang mengurus ternak2nya untuk dijual di kampungnya.
Oh iya, dalam sehari Bang Ade, bisa menjual 700 butir combro dan misro dengan harga seribu rupiah. Dalam foto di atas, ada beberapa anak yang membeli combro dan misro Bang Ade seharga Rp 10.000 untuk dinikmati bersama-sama.
Salah satu pembeli yang sempat kutanyai mengatakan bahwa rasa combro dan misro Mang Ade yang enaklah sampai membuatnya berlangganan.
Sukses terus ya Bang Ade. Terima kasih sudah mau berbagi cerita untuk tugas eksplorasiku.
Sekian dulu ya teman-teman. Berikut ceritaku dalam menggali kisah penjual makanan di area sekitar rumahku.
Sampai berjumpa di postingan berikutnya :-)
0 Komentar